Monday 19 December 2016

Teori Awal Sistem Diatonik (Part. 1)

Saat ini kita mengenal berbagai sistem musik yang diterapkan pada kebudayaan-kebudayaan yang berbeda. Sistem yang paling mendasar pada musik ialah tanga nada atau skala nada (tone scale). Pada kebudayaan-kebudayaan Timur umumnya yang digunakan ialah skala pentatonik (penta = lima; tonik = nada), yaitu sistem skala yang terdiri dari lima nada sedangkan dalam kebudayaan Barat ialah diatonik (dia = tujuh) yaitu skala tujuh nada. Evolusi awal sistem diatonik meliputi pembahasan konsep bilangan Pythagoras dan pengembangannya, formulasi skala nada mayor dan minor, solusi terts Pythagoras dalam alat musik dan komposisi musik.

1. Konsep Bilangan Pythagoras 
Teori yang berkaitan dengan interval skala diatonik tumbuh bersamaan dengan kelahiran filsafat Barat pada abad ke-6 SM. Bangsa Yunani pada masa itu memiliki keunggulan yang seimbang pada banyak bidang. Konsep dasar estetika mereka ialah keselarasan dan keseimbangan sehingga dalam kesenian mereka terdapat rasionalitas yang unggul (Bertens 1075, 22).

Pythagoras mengawali penemuannya tentang interval melalui eksperimennya pada monochord, sebuah alat musik kuno berdawai yang ditala, yang dengan media tersebut ia merumuskan interval oktaf, kwint dan kwart, dengan cara membagi-bagi dawai secara proporsional. Interval pertama atau prime diperoleh dengan membagi dawai-dawai tersebut menjadi dua bagian atau dengan perbandingan 1:2. Interval kwint diperoleh dengan membagi dawai menjadi tiga bagian, atau 2:3, dan kwart menjadi empat bagian atau 3:4 (Beardsley, 1966, 27-28).2Dengan rangkaian enam buah kwint maka tersusunah skala diatonik dengan dua interval sekonde kecil (semi tone) dengan istilah Latin limma,dan sekonde besar dengan istilah Tonus (Sadie 1980, Vol. 15, 486).

Ilustrasi 1: Lingkaran Kwint dan jarak nada Limma dan Tonus 

Keempat bilangan pertama pada perbandingan Pythagoras berperan dalam menghasilkan bilangan 10 dalam suatu segitiga yang disebut tetraktys:


Ilustrasi 2: tetraktys Pythagoras 

Tetraktys menyatakan bahwa nada-nada musikal merupakan gejala fisis yang dikuasai oleh hukum matematis. Oleh karena itu suatu realitas dapat dicocokkan dengan kategori-kategori matematis dari rasio manusia. Pythagoras berpendapat bahwa nada-nada musikal dapat dijabarkan ke dalam perbandingan antara bilangan-bilangan sehingga dari hal tersebut ia menarik kesimpulan bahwa segala sesuatu adalah bilangan merupakan unsur yang terdapat dalam segala sesuatu. 

Prinsip bilangan adalah ganjil dan genap, terbatas dan tak terbatas. Oktaf adalah harmoni yang dihasilkan dengan menggabungkan hal yang berlawanan yaitu 1 dan 2. Demikian juga dengan seluruh alam semesta merupakan suatu harmoni yang merupakan hal-hal yang berlawanan (Beardsley 1966). Ajaran Pythagoras ini tampaknya sejalan dengan konsep keindahan Socrates yang ditulis oleh Plato dalamsymposium.3 Dengan demikian Pythagoras memiliki pandangan yang bertentangan dengan konsep Anaximandros tentang alam bahwa kosmos seluruhnya terdiri dari hal yang berlawanan.

No comments:

Post a Comment